Anakku..
Seperti kata seorang pujangga
Kau bukan milikku
Kau adalah anak jamanmu
Seperti aku adalah anak jamanku
Tapi anakku..
Kau bisa belajar dari jamanku
Untuk membangun jamanmu
Kau bisa membuang sampah jamanku
Untuk membersihkan jamanmu
Dan mengambil mutiara-mutiaranya
Untuk memperindahnya
Anakku
Sejak jaman nenek moyangmu
Kemerdekaan merupakan dambaan
Bersyukurlah ini
Kemerdekaan telah berada di tanganmu
Kemerdekaan jika kau tahu hakekatnya oh anakku
Bisa membuatmu kuat, liat
Bisa membuatmu kreatif dan giat
Kemerdekaan adalah pusakamu paling keramat
Tapi anakku..
Apakah kau sudah benar-benar merdeka
Atau baru merasa merdeka
Ketahuilah anakku
Merdeka bukan berarti boleh berbuat sekehendak hati
Jika demikian kemerdekaan
Tak ada bedanya dengan anarki
Karena kau tak hidup sendiri
Bagiku menabrak kemerdekaan pihak lain
Kemerdekaanmu harus berhenti
Ingatlah anakku..
Kau tak akan pernah benar-benar merdeka
Sebelum kau mampu
Melepaskan diri dari belenggu perbudakan
Oleh selain Tuhanmu
Termasuk penjajahan
Oleh nafsumu sendiri
Jadilah hanya hamba Tuhanmu
Maka kau akan benar-benar merdeka
Oh anakku..
Sejak jaman nenek moyangmu
Orang merdeka sekalipun
Tak mampu membangun kehidupan
Bila kebenaran dan keadilan tak ditegakkan
Sedangkan kebenaran dan keadilan
Tak pernah bisa ditegakkan
Tak bisa ditegakkan dengan kebencian
Tak bisa...Tak bisa..tak bisa ditegakan dengan kebencian
Anakku..
Kebenaran dan keadilan bagi kebahagiaan hidup bersama
Hanya bisa ditegakkan dengan kasih sayang
Karena kasih sayang berasal dari Tuhan
Dan kebencian dari setan
Anakku..
Ada seratus kasih sayang Tuhan
Satu diantaranya diturunkan ke bumi
Dianugerahkan kepada mereka yang Ia kehendaki
dan Ia kasihi
Termasuk induk kuda yang sangat hati-hati
Meletakkan kakinya takut menginjak anaknya sendiri
Alhamdulillah
Aku dan ibumu ..Tsuroiya
Mendapatkan itu
Karena itu mengasihi dan menyayangimu
Karena itu mengasihi dan menyayangimu
Harapan dan doa kami
Kaupun mendapatkan bagian
Kasih sayang itu
Untuk mengasihi menyayangi suamimu
Anak-anakmu dan sesamamu
Oleh Mustofa Bisri, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar